Kamis, 23 Juni 2011

Kebebasan pers

MAKALAH KEBEBASAN PERS

BAB 1
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
            Negara demokrasi adalah negara yang mengikutsertakan partisipasi rakyat dalam pemerintahan serta menjamin terpenuhinya hak dasar rakyat dalam kehidupan berbangsa, dan bernegara. Salah satu hak dasar rakyat yang harus dijamin adalah kemerdekaan menyampaikan pikiran, baik secara lisan maupun tulisan.
            Pers adalah salah satu sarana bagi warga negara untuk mengeluarkan pikiran dan pendapat serta memiliki peranan penting dalam negara demokrasi. Pers yang bebas dan bertanggung jawab memegang peranan penting dalam masyarakat demokratis dan merupakan salah satu unsur bagi negara dan pemerintahan yang demokratis.
            Pelaksanaan kebebasan pers di Indonesia saat ini sudah sangat bebas, karena kurangnya penekanan dan kebijakan dari pemerintah. Hal tersebut dilihat dari banyaknya media yang mengekspos kehidupan pribadi para publik figur yang sebenarnya tidak perlu dipublikasikan dan berbagai masalah lainnya.
            Dari penjelasan di atas, kami menyusun makalah dengan judul “Kebebasan Pers”. Harapan kami dengan adanya makalah ini dapat memberikan perbaikan dalam kebebasan  pers di Indonesia.
  
B.       Rumusan  Masalah
            Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah:
1.      Apakah pengertian pers dan kebebasan pers ?
2.      Apakah fungsi dan peranan  pers di Indonesia?
3.      Apa saja teori tentang pers?
4.      Apa yang dimaksud pers yang bebas dan bertanggung jawab?
5.      Bagaimana peraturan perundang-undangan tentang kebebasan pers?
6.      Apa yang dimaksud kode etik jurnalistik?
7.      Apa yang dimaksud dewan pers?
8.      Apa yang dimaksud pers pancasila?
9.      Bagaimana dampak penyalagunaan kebebasan media massa?
10.  Apa masalah kebebasan pers di Indonesia saat ini dan Bagaimana upaya pemerintah untuk mengatasinya?
11.  Bagaimana opini masyarakat terhadap pelaksanaan kebebasan pers saat ini?

C.       Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah :
1.        Memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila
2.        Untuk mengetahui dan memahami deskripsi dan pelaksaan kebebasan pers di Indonesia saat ini.


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Pers dan Kebebasan Pers
             Secara etimologis berasal dari  bahasa Inggris berarti “press” dan bahasa Belanda, “persen atau pers”, yang artinya menekan atau mengepres. Istilah ini menunjuk pada semacam alat lempengan dari besi yang di antara dua lembar besi tersebut diletakkan suatu barang kemudian ditekan untuk menghasilkan sesuatu yang diinginkan. Hal ini yang dimaksudkan adalah mesin cetak kuno yang harus ditekan dengan keras untuk menghasilkan cetakan pada lembaran kertas.
            Pengertian umum tentang pers adalah segala usaha dari alat-alat komunikasi massa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan hiburan, peristiwa, dan berita yang terjadi atau lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melakukan kegiatan jurnalistik.
            Undang-undang No. 40 Tahun 1999 Pasal 1 ayat 1 memberi definisi pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan jenis saluran yang tersedia.
            Dalam perkembangannya pers mempunyai dua pengertian, yakni pers dalam pengertian luas dan pers dalam pengertian sempit. Dalam pengertian luas, pers mencakup semua media komunikasi massa, seperti radio, televisi, dan film yang berfungsi memancarkan/menyebarkan informasi, berita, gagasan, pikiran, atau perasaan seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain. Maka dikenal adanya istilah jurnalistik radio, jurnalistik televisi, jurnalistik pers.
            Dalam pengertian sempit, pers hanya digolongkan produk-produk penerbitan yang melewati proses percetakan, seperti surat kabar harian, majalah mingguan, majalah tengah bulanan dan sebagainya yang dikenal sebagai media cetak.
            Kebebasan pers (freedom of the press) adalah hak yang diberikan oleh konstitusional atau perlindungan hukum yang berkaitan dengan dengan media dan bahan-bahan yang dipublikasikan seperti menyebar luaskan, pencetakan dan penerbitkan surat kabar, majalah, buku atau dalam material lainnya tanpa adanya campur tangan atau perlakuan sensor dari pemerintah. Selain itu kebebasan pers juga dapat diartikan sebagai hak warga masyarakat untuk mengetahui (right to know) masalah-masalah atau fakta publik, dan di sisi lainnya hak warga masyarakat dalam mengekspresikan pikiran dan pendapatnya (right to expression). Kedua dimensi hak ini saling bertalian. Untuk memiliki pikiran dan pendapat tentang masalah publik, warga masyarakat dengan sendirinya harus mendapat informasi yang benar.
            Dalam Ketetapan MPRS No. XXXII/MPRS/1966 merumuskan “kebebasan pers Indonesia adalah kebebasan untuk menyatakan serta menegakkan kebenaran dan keadilan, dan bukanlah kebebasan dalam pengertian liberalisme”.

B.  Fungsi dan Peranan  Pers di Indonesia
            Dalam Undang-undang No. 40 Tahun 1999 Pasal 3 disebutkan mengenai fungsi pers, dalam hal ini pers nasional. Adapun fungsi pers nasional adalah sebagai berikut :
a.      Sebagai wahana komunikasi massa. Pers nasional sebagai sarana berkomunikasi antarwarga negara, warga negara dengan pemerintah, dan antarberbagai pihak.
b.     Sebagai penyebar informasi. Pers nasional dapat menyebarkan informasi baik dari pemerintah atau negara kepada warga negara (dari atas ke bawah) maupun dari warga negara ke negara (dari bawah ke atas).
c.      Sebagai pembentuk opini. Berita, tulisan, dan pendapat yang dituangkan melalui pers dapat menciptakan opini kepada masyarakat luas. Opini terbentuk melalui berita yang disebarkan lewat pers.
d.     Sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial serta sebagai lembaga ekonomi.
      Fungsi pers sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol social
·        Fungsi informasi, masyarakat berlangganan atau membeli surat kabar karena memerlukan informasi mengenai berbagai hal.
·        Fungsi pendidikan, pers sebagai sarana pendidikan massa (mass education), memuat tulisan tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga masyarakat bertambah pengetahuan dan wawasannnya.
·        Fungsi menghibur, hal yang bersifat menghibur sering di muat pers untuk mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang berbobot.
·        Fungsi kontrol sosial, terkandung dalam makna demokratis yang didalmnya terdapat unsur sosial participation, social responcibility, social support, social control.
            Pers nasional sesuai dengan pasal 6 UU No. 40 Tahun 1999, menyebutkan  peranan pers sebagai berikut:
a.      memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
b.     menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, hak asasi manusia, saling menghormati kebhinekaan;
c.      mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar;
d.     melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum;
e.      memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

C.  Teori tentang Pers
            Dalam buku “Four Theories of the Press” dengan penulis Free S. Siebert, Theodore Peterson, dan Wibur Schramm, menyatakan bahwa teori tentang pers dapat dikategorikan menjadi 4, yaitu :
a.      Authoritarian Press (Pers Otoritarian)
            Teori ini muncul pada masa iklim otoritarian di akhir Renaisans, segera setelah ditemukannya mesin cetak. Teori otoritarian berpendapat bahwa pers harus dikuasai dan dikendalikan negara atau penguasa negara. Pers selamanya tunduk kepada penguasa negara. Pers pada hakikatnya adalah media penguasa untuk menyampaikan informasi yang dianggap perlu diketahui masyarakat. Sikap kritis pers terhadap penguasa negara sama sekali tidak dapat dibenarkan. Asumsinya penguasa negara tidak mungkin salah kerena mereka adalah pelaksana kedaulatan negara. Dengan demikian tidak diperlukan kebebasan pers, tidak diperlukan adanya organisasi pekerja pers yang independent karena hanya akan mengganggu stabilitas negara. Antara pemerintah dengan pers memiliki hubungan top down dan bersifat timbal balik. Konsep pers seperti ini menghilangkan fungsi pers sebagai pengawas pelaksanaan pemerintahan. Praktek-praktek otoritarian masih ditemukan di seluruh bagian dunia walaupun telah ada teori lain.
b.     Libertarin Press ( Pers Libertarian)
            Pers libertarian disebut juga dengan pers bebas, yang merupaka kebalikan pers ototarian. Teori ini berakar pada pandangan John Milton, yang menyatakan bahwa manusia dalam menjalani kehidupnnya mempunyai hak untuk memilih dan menyampaikan apa yang disukainya. Dalam system pers mengkritisi kondisi yang ada baik kondisi sosial maupun perilaku dan kebijakan pemerintah.  Dalam teori Libertarian, pers bukan instrument pemerintah, melainkan sebuah alat untuk menyajikan bukti dan argument-argumen yang akan menjadi landasan bagi orang banyak untuk mengawasi pemerintahan dan menentukan sikap terhadap kebijaksanaannya. Dengan demikian, pers seharusnya bebas sari pengawasan dan pengaruh pemerintah. Agar kebenaran bisa muncul, semua pendapat harus dapat kesempatan yang sama untuk didengar, harus ada pasar bebas pemikiran-pemikiran dan informasi. Baik kaum minoritas maupun mayoritas, kuat maupun lemah, harus dapat menggunakan pers.
c.      Soviet Communist press (Pers Komunis Soviet)
            Teori ini berakar dari pemikiran Karl Max dan Friedrich Engel yang kemudian ditetapkan oleh Lenin di Uni Soviet. Menurut teori ini pers dimiliki Negara dan berfungsi untuk melayani kelas pekerja. Teori ini hampir sama dengan teori otoritarian. Namun ada beberapa hal yang membedakannya, yaitu dalam system komunis soviet pers dapat mengatur sendiri pesan-pesan yang akan disampaikan kepada publik. Pers mempunyai tanggung jawab tertentu untuk memenuhi harapan publik. Pers merupakan bagian intergral dalam system pemerintahan Negara.
d.     Social Responsibility Press ( Pers Pertanggungjawaban Sosial)
            Teori ini lahir sebagai bentuk reaksi terhadap teori libertarian. Karena dalam kenyataan sejarah, banyak pihak yang merasa kecewa dengan penerapan teori libertarian karena kebebasan mutlaknya. Teori Tanggungjawab social punya asumsi utama, bahwa kebebasan mengandung didalamnya suatu tanggung jawab yang sepadan. Hubungan antara pemerintah dan pers sederajat dan bersifat saling mengawasi. Kecenderungan pers di Negara-negara demokrasi menganut teori ini.

D.  Pers yang Bebas dan Bertanggung Jawab
             Indonesia saat ini resminya menganut sistem pers yang bebas dan bertanggung jawab. Konsep ini mengacu ke teori “pers tanggung jawab sosial”. Asumsi utama teori ini adalah bahwa kebebasan mengandung di dalamnya suatu tanggung jawab yang sepadan.
             Dalam UU No. 40 Tahun 1999 kebebasan pers disebut dengan istilah kemerdekaan pers. Dalam UU tersebut menyatakan sebagai berikut :
1.      Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum (pasal 2).
2.      Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara (pasal 4 ayat 1).
3.      Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran (pasal 4 ayat 2).
4.      Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi (pasal 4 ayat 3).
5.      Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak (pasal 4 ayat 4).
6.      Wartawan bebas memilih organisasi wartawan (pasal 7 ayat 1).
7.      Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum (pasal 8).
             Dari ketentuan-ketentuan tersebut tampak jelas bahwa pers Indonesia adalah pers yang bebas. Akan tetapi kebebasan tersebut harus diimbangi dengan melakukan kewajiban-kewajiban tertentu. Kewajiban-kewajiban pers trsebut antara lain:
1.      Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah (pasal 5 ayat 1).
2.      Pers wajib melayani Hak Jawab (pasal 5 ayat 2).
3.      Pers wajib melayani Hak Tolak (pasal 5 ayat 3).
4.      Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik yang disepakati oleh organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers (pasal 7 ayat2 dan penjelasan).
5.      Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen (pasal 15 ayat 1)

E.   Peraturan Perundang-undangan tentang Kebebasan Pers
             Kebebasan pers di Indonesia diatur oleh Undang-undang Nomor 40 tahun 1999. Didalam UU tersebut berisi tentang:
a.       Ketentuan Umum
b.      Asas, Fungsi, Hak, Kewajiban, dan Peranan Pers
c.       Wartawan
d.      Perusahaan Pers
e.       Dewan Pers
f.        Pers Asing
g.       Peran Serta Masyarakat
h.       Ketentuan Pidana


F.   Kode Etik Jurnalistik
             Etik atau etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti kebiasaan, adat, watak. Kata yang dekat dengan etika adalah moral yang berasal dari bahasa latin mores yang artinya adat kebiasaan. Etika merupakan semacam pegangan bagi perilaku manusia dalam kehidupa masyarakat.
             Kode etik adalah norma atau asas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai pedoman tingkah laku. Orang-orang yang bekerja dalam suatu profesi tertentu perlu melengkapi dirinya dengan kode etik. Dengan adanya kode etik diharapka perilaku mereka dalam bekerja dan bertugas sesuai dengan nilai-nilai etik atau moral yang baik.
             Kode Etik Jurnalistik menjadi pegangan para insan pers dalam melaksanakan peran dan fungsinya. Kode etik menjadi landasan moral atau etika profesi guna menjamin kebebasan pers dan terpenuhinya hak-hak masyarakat serta sebagai pedoman operasional dalam menegakkan integritas dan profesionalitas para insan pers. Saat ini dewan pers sudah menetapkan Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) yang telah disepakati oleh organisasi-organisasi wartawan.

G.  Dewan Pers
     Selain melalui Kode Etik Jurnalistik, untuk mengembangkan kebebasan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional disebut Dewan Pers. Dewan Pers adalah sebuah dewan yang bersifat independen, yang terdiri dari wartawan yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers, tokoh masyarakat ahli dibidang pers atau komunikasi, dan bidang lainnya  yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organsasi perusahaan pers (pasal 15 ayat 1 dan 3). Keanggotaan dewan ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Fungsi-fungsi yang dilaksanakan Dewan Pers menurut pasal 15 ayat 2 UU Pers terdiri atas 6 fungsi, yaitu :
·      Melakukan pengkajian untuk pengembangan pers
·      Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik
·      Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers
·      Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintahan
·      Memfasilitasi organisasi-organosasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kulitas profesi kewartawanan
·      Mendata perusahaan pers

H.  Pers Pancasila
       Istilah Pers Pancasila pertama kali dikemukakan oleh M. Wonohito, seorang wartawan senior kenamaan, jauh sebelum dicanangkan secara resmi oleh Dewan Pers dalam Sidang Pleno XXV di Surakarta pada tanggal 7-8 Desember 1984. Dalam pembahasannya nonohiti menyinggung disamping empat teori pers, bolehlah ditambahkansatu system yaitu pancasila pers theory sebab falsafah pancasila melahirkan teori pers sendiri, yang tidak termasuk dalam 4 teori pers itu sendiri.
       Dalam Sidang Pleno XXV di Surakarta, Dewan pers memutuskan mengenai pers Indonesia adalah pers pancasila dalam arti pers yang orientasi, sikap dan tingkah lakunya berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 45. Pers pembangunan adalah pers pancasila dalam arti mengamalkan pancasila dan UUD 45 dalam pembagunan berbagai aspek kehidupan bermasyrakat, berbangsa dan bernegara, termasuk pembangunan pers itu sendiri. Hakikat pers Pancasila adalah pers yang sehat, yakni yang pers yang bebas dan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, penyaluran aspirasi rakyat dan kontrol sosial kontruktif. Pers Pancasila selalu mengedepankan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan dalam pemberitaan, sehingga tercipat keharmonisan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Yang pada gilirannya akan terwujud masyarakat madani Indonesia.

I.     Dampak Penyalagunaan Kebebasan Media Massa
            Adapun bentuk- bentuk penyalagunaan kebebasan pers antara lain sebagai berikut:
1.        Penyiaran berita yang tidak memenuhi kode etik jurnalistik
Pemberitaan yang bebas, tergesa-gesa, dan sesuka hati adalah pemberitaan yang menyalahi kode etik jurnalistik. Contohnya kesalahan prnyebutan nama tersangka dan kurang jelasnya suatu gambar atau peristiwa.
2.        Peradilan oleh pers (Trial by pers)
       Pemberitaan yang terus menerus pada satu pihak, sedangkan pihak lain yang terlibat tidak ciberitakan akan menghasilkan berita yang tidak seimbang. Seseorang terasa diadili oleh pers karena pemberitaan yang tidak seimbang tersebut.
3.        Membentuk opini yang menyesatkan
       Tulisan-tulisan yang dimuat oleh pers kadang menciptakan opini yang sebaliknya dari seseorang. Opini yang tercipta justru menyesatkan karena tidak benar dan tidak sesuai dengan fakta.
4.        Tulisan-tulisan bernada fitnah dan provokatif
       Kadang kal tulisan yang dimuat sangat vulgar, yaitu menceritakan kejadian yang dapat memicu keterlibatan pihak lain dan dapat memancing emosi. Contohnya pemberitaan tentang perang antarsuku yang memberitakan cerita pembantaian sebuah keluarga oleh suku lain.
5.        Berita bohong
       Berita yang tidak kuat sumbernya dapat menciptakan berita yang idak benar alias berita bohong.
                        Syamul Mu’arif, Menteri Negara Komunikasi dan Informasi pada masa kabinet Megawati Soekarno Putri pernah mengemukakan adanya 5 penyakit pers, yaitu :
·      Pornografi
·      Character assasination (pembunuhan karakter)
·      Berita palsu
·      Provokstif dan iklan menyesatkan
·      Wartawan yang tidak profesional (wartawan bodreks)

J.    Masalah Kebebasan Pers di Indonesia Saat Ini dan Upaya Pemerintah untuk Mengatasinya
Dalam pelaksanaan kebebasan pers sering terjadi pertikaian antara wartawan dan narasumber. Hal tersebut dikarenakan narasumber merasa tidak nyaman terhadap perlakuan jurnalis yang sering kali memaksa untuk mendapatkan berita tentang kehidupan pribadi narasumber. Contohnya, kasus Ahmad dhani dengan dua orang wartawan dari salah satu stasiun televisi swasta. Kasus ini menjadi simpang siur dengan adanya perbedaan keterangan antara wartawan dan Ahmad Dhani. Wartawan tersebut menyatakan bahwa Ahmad Dhani telah melakukan tindakan kekerasan karena telah melakukan pengeroyokan kepada salah satu wartawan tersebut. Tetapi Ahmad Dhani berpendapat lain. Ahmad Dhani merasa tidak bersalah atas kejadian tersebut karena ia merasa bahwa wartawan tersebut tidak berhak untuk mengungkapkan kehidupan pribadinya.
Dalam kasus ini kedua belah pihak sama-sama bersalah, Karena wartawan melanggar kode etik sebagai wartawan. Seharusnya wartawan tidak terlalu jauh dalam melaksanakan tugasnya. Di sisi lain Ahmad Dhani juga bersalah karena tidak seharusnya melakukan tindak kekerasan kepada wartawan yang melakukan tugasnya. Dalam hal ini dewan pers harus bertindak sebagaimana mestinya agar kasus tersebut dapat terlesaikan sesuai dengan UU pers yang berlaku.

K.  Opini Masyarakat terhadap Pelaksanaan Kebebasan Pers Saat Ini
            Beberapa Masyarakat mengatakan, pers kita tengah memasuki sebuah era baru, era penuh kebebasan. Ini sejalan dengan perubahan pada konstalasi politik dan konstitusi nasional, yang memungkinkan para insan pers tidak lagi harus merasa jeli oleh kemungkinan kena brendel atau Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP)-nya dicabut.
Namun, pada saat bersamaan muncul juga pendapat bahwa kebebasan pers kita sudah kelewatan, alias kebablasan. Dalam hal ini pers dianggap sudah keluar dari batas kepatutan atas peran yang dimainkannya. Di sana-sini muncul suara keluhan dan nada ketir masyarakat, yang pada intinya bermuara pada keprihatianan terhadap pemberitaan media massa yang sebagian diantaranya terkesan tidak lagi mempertimbangkan dampaknya pada khalayak dan tiadanya unsur prioritas pemberitaan.
Di Semua jenis media massa, mulai dari cetak, elektronik, hingga cyber media, kita bisa menyaksikan sejumlah distorsi dan penyelewengan-penyelewengan fungsi pers, mulai dari pemberitaan yang tidak akurat, kurang memerhatikan unsur cover both side, diabaikannya kaidah-kaidah kode etik jurnalistik (KEJ), hingga seringnya terjadi praktik pemerasan dan intimidasi oleh insan pers. Yang tak kalah menyeramkan adalah tayangan televisi dan internet, yang bukan saja dianggap mengeksploitasi pornografi dan kekerasan sehingga dianggap meresahkan masyarakat, tetapi juga sudah mengganggu dan merampas kenyamanan publik yang menjadi objek pemberitaan itu sendiri.
Masyarakat memang harus berani mengatakan bahwa dalam dinamikanya, pers kita masih dalam proses pendewasaan. Dukup wajar jika di sana-sini masih jumpai sejumlah kelemahan, distorsi atau malah penyewengan. Meski demikian, memvonis pers sebagai satu-satunya pihak yang bersalah juga rasanya tak adil.
            Karena itulah, harus diupayakan agar wajah pers tidak seburuk sekarang, yaitu dengan menciptakan sebuah titik temu atau keseimbangan antara kebebasan yang dimiliki media massa dan garis batas yang boleh dilaluinya. Keseimbangan itu harus dibuat dengan tanggung jawab, bukan dengan pengekangan. Tanggung jawab media dalam membangun budaya harus diletakkan pada penembangan kemampuan pekerja di media massa itu sendiri. Dan itu hanya mungkin bisa dilakukan jika memang perangkat hukum yang ada di negeri ini mampu mengakomodasikan peran dan fungsi pers tanpa harus kehilangan wibawanya.
Walaupun seperti itu, pers bisa memainkan dua sisi yang berbeda. Pers bisa menjadi faktor kunci yang memberikan pencerahan dan mencerdaskan bagi publik. Menumbuhkan rasa optimisme, dan bahkan menguatkan budaya bangsa. Namun pada sisi lain, pers juga bisa melumpuhkan, menjadi alat perusak tatanan kehidupan, bahkan disintegrsaikan bangsa. Untuk itulah, sekali lagi, sangat dibutuhkan, satu titik temu dan kesamaan pandang mengani sosok pers nasional.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Negara demokrasi adalah negara yang memberi jaminan atas hak asasi manusia termasuk kebebasan dalam mengeluarkan pikiran atau pendapat baik secara lisan maupun tertulis. Kebebasan media, dalam hal ini pers adalah bukti nyata adanya jaminan kemerdekaan mengeluarkan pendapat tersebut. Pers yang bebas adalah salah satu pilar bagi tegaknya demokrasi. Demokrasi dan masyarakat demokratis membutuhkan pers yang bebas. Namun kebebasan pers bukanlah kebebasan murni atau benar-benar bebas. Sesui teori social Responsibility, pers memiliki kebebasan dan tanggung jawab. Adanya  prinsip pertanggungjawaban ini akan menekan prinsip kebebasan yang dimiliki pers. Pers yang tidak bertanggung jawab dapat menciptakan penyalagunaan akan kebebasan yang dimilikinya.

B.    Saran
            Saran yang dapat disampaikan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
  1. Mahasiswa calon guru dapat memahami dan mengerti materi ini sehingga dapat memberikan penjelasan kepada peserta didiknya.
  2. Mahasiswa calon guru dapat memanfaatkan makalah ini sebagai kajian awal dalam membuat makalah yang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar